SEBAIK-BAIK BEKAL ADALAH
TAQWA (1)
Oleh : Nur Mukhlish Z., M.Ag.
Berbekallah,
dan Sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku Hai
orang-orang yang berakal.(Q.S. al-Baqarah : 197)
Istilah taqwa merupakan istilah yang cukup sentral dalam ajaran Islam.
Intelektual Muslim asal Pakistan yang kemudian menjadi guru besar di
Universitas Chicago, memasukan istilah ini sebagai satu dari tiga konsep kunci
etika al-Qur’an, bersama-sama dengan istilah Islam dan Iman.
Istilah taqwa amatlah mudah diungkapkan dalam kehidupan sehari-hari, namun
dalam kenyataannya tidaklah mudah untuk menggapai predikat orang yang bertqwa.
Walaupun hampir setiap Jum’at, khatib selalu menyampaikan wasiat tentang taqwa,
namun realitanya pada dataran praksis kehidupan masyarakat, masih jauh dari
cita-cita ideal masyarakat Muslim. Hampir setiap hari, kita semua diberi
hidangan melalui media elektronok tentang tindakan kriminal, kasus narkoba,
prornografi yang tidak hanya melibatkan kaum remaja, tapi juga generasi tua,
tindakan asusila dan berbagai bentuk penyimpangan lainnya.
Istilah taqwa menurut Afif Abd al-Fattah Thabarah dalam bukunya Ruh
ad-Din al-Islami diartikan “ seseorang yang memelihara dirinya dari segala
sesuatu yang mengundang kemarahan Tuhannya dan dari segala sesuatu yang
mendatangkan madharat, baik bagi dirinya maupun orang lain”. Lebih lanjut
beliau mengatakatan, bahwa makna asal taqwa adalah pemeliharaan diri. Diri
tidak perlu pemeliharaan kecuali terhadap apa yang dia takuti, dan yang
seharusnya paling ditakuti adalah Allah Swt. Untuk menjadi muttaqin
berarti berusaha memelihara diri dari azab dan kemarahan Allah, baik dunia
maupun akhirat, dengan cara berhenti pada garis batas yang telah ditentukan,
melakukan perintah-perintahNya dan menjauhi larangan-laranganNya.
Mirza Nashir Ahmad, mengartikan taqwa dengan the righteous, yaitu
orang yang lurus dan budiman. Lebih lanjut beliau mengatakan, bahwa orang yang
bertaqwa yaitu yang selalu menjaga dirinya dari perbuatan dosa, atau orang yang
memilki mekanisme atau daya penangkal terhadap kejahatan yang merusak diri
sendiri dan orang lain. Sedangkan menurut Muhammad Ali, mengartikan istilah
tersebut melindungi atau memelihara diri dengan sangat. Oleh karena itu, orang
yang bertaqwa berarti : 1) orang yang menjaga diri dari kejahatan ; 2) orang
yang berhati-hati ; 3) orang yang menghormati dan menepati kewajiban.
Jika dibuat perumpamaan, hidup bertaqwa di dunia ibarat berjalan di tengah
hutan belantara. Seseorang akan berjalan di dalam hutan itu dengan sangat
hati-hati. Dia senantiasa mengamati lobang di depannya, supaya tidak terperosok
didalamnya, sangat hati-hati terhadap duri, supaya tidak melukai kulitnya, dan
waspada terhadap binatang buas, supaya tidak menerkamnya. Oleh karena itu, amat
sangat wajar, jika al-Qur’an memberikan arahan, bahwa sebaik-baik bekal adalah
taqwa. Adapun syarat untuk mencapai predikat taqwa :
1. Berilmu-beriman,
Ikhlas demi mengharap ridla Allah, beribadah / beramal shaleh
Firman Allah :Dan demikian (pula) di antara manusia, binatang-binatang
melata dan binatang-binatang ternak ada yang bermacam-macam warnanya (dan
jenisnya). Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya,
hanyalah ulama[1258]. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun. (QS: Fathir: 28)
Berkaitan dengan
tersebut di atas, Ibnu Abbas mengatakan : “yang dinamakan ulama ialah
orang-orang yang mengetahui bahwa Allah itu Maha Kuasa Atas segala sesuatu”. Dalam
suatu riwayat dari Ibnu Abbas, ia berkata “Ulama itu ialah orang yang : “tidak
mempersekutukan tuhan dengan sesuatu apapun, mengahalalkan yang telah
dihalalkan Allah, mengharamkan yang telah diharamkan-Nya, enjaga
perintah-perintah-Nya, dan yakin bahwa dia akan bertemu dengan-Nya, yang akan
menghisab dan membalasi semua amalan manusia”. Pada ayat tersebut ditutup
dengan suatu penegasan bahwa Allah SWT Maha Perkasa menindak orang-orang yang
kafir kepada-Nya, Allah Kuasa mengazab orang-orang yang selalu berbuat maksiat
dan bergelimangan dosa sebagaimana Allah kuasa memberi pahala kepada orang-orang
yang taat kepadanya.
2. Berpegang al-Qur`an
dan mengingatnya / mengambil pelajarannya.
Firman Allah : Dan (ingatlah), ketika kami mengambil janji dari kamu dan
kami angkatkan gunung (Thursina) di atasmu (seraya kami berfirman):
"Peganglah teguh-teguh apa yang kami berikan kepadamu dan ingatlah selalu
apa yang ada didalamnya, agar kamu bertakwa". (QS Al-Baqarah
: 63).
Maksud ayat ini adalah Allah megingatkan
kembali kesalahan lain dari nenek moyang orang Yahudi ketika Allah mengambil
janji dari mereka, bahwa mereka akan beriman dan akan mengamalkan apa yang ada
di dalam Taurat, lalu Allah mengangkat bukit Tur keatas kepala mereka untuk
memperlihatkan kekuasaan-Nya supaya mereka beriman kepada-Nya dan berpegang
teguh pada kitab Taurat itu.
Isi perjanjian itu ialah perintah Allah
kepada mereka: “peganglah kitab Taurat dengan sungguh-sungguh dan tetaplah mengerjakan
isinya, pelajarilah Taurat itu, perhatikan isinya dan amalkanlah hukum-hukum
yang termaktub didalamnya.”
Ayat ini memberi pengertian bahwa orang
yang meninggalkan syariat dan meremehkan hukum-hukum Allah disamakan dengan
orang-orang yang mengingkari dan menentang-Nya. Sudah sepatutnya ia pada hari
kiamat dikumpulkan dalam keadaan buta. Dia tidak dapat melihat jalan kemenangan
dan jalan kebahagiaan. Firman Allah :
124.
Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, Maka Sesungguhnya baginya
penghidupan yang sempit, dan kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam
keadaan buta". 125. Berkatalah ia:
"Ya Tuhanku, Mengapa Engkau menghimpunkan Aku dalam keadaan buta, padahal
Aku dahulunya adalah seorang yang melihat?" 126. Allah berfirman: "Demikianlah, Telah
datang kepadamu ayat-ayat kami, Maka kamu melupakannya, dan begitu (pula) pada
hari Ini kamupun dilupakan". (QS. Thaha:124-126).
Imam at-Thabari mnjelaskan terkait dengan
ayat diatas, bahwa “ketika kamu mempertanyakan mengapa dibangkitkan dalam
keadaan buta, padahal sewaktu di dunia kamu dapat melihat, maka Aku berbuat
demikian karena bukankah hujjah, dalil dan penjelasan Kami telah datang
kepadamu dalam kitab-Nya ? tetapi kamu
tinggalkan dan berpaling darinya sehingga kamu tidak beriman dan beramal. Hal
senada dikemukkan oleh Ibn Katsir, maksud ayat “demikianlah, telah datang kepadamu ayat-ayat kami, Maka
kamu melupakannya, dan begitu (pula) pada hari Ini kamupun dilupakan, bahwa disebabkan sewaktu di dunia kalian
telah berpaling dari ayat Allah dan memperlakukannya dengan tidak berhak.
Kalian berpura-pura melupakan ayat Allah dan tidak memperdulikannya. Hal inilah
Allah Swt membalas perilaku kalian, sebaimana dijelaskan dalam ayat lain :
51.
(yaitu) orang-orang yang menjadikan agama mereka sebagai main-main dan
senda gurau, dan kehidupan dunia Telah menipu mereka." Maka pada hari
(kiamat) ini, kami melupakan mereka sebagaimana mereka melupakan pertemuan
mereka dengan hari ini, dan (sebagaimana) mereka selalu mengingkari ayat-ayat
kami. (Q.S. al-A’raf : 51)
Apabila seorang mengingkari syariat dan
menyia-nyiakan hukum-Nya, berarti syariat itu tidak mempunyai bekas (pengaruh)
apa-apa pada jiwanya. Sehubungan dengan peringatan ayat ini dapatlah dikatakan
orang-orang yang hanya membaca al-Qur`an, tanpa memahami dan tadarus kandungan isinya, maka mereka tidak mendapat
manfaat dari al-Qur`an tersebut. al-Qur’an perlu dikaji (bukan hanya mengaji) dengan
dipahami isi kandungannya, kemudian diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Maksud
menuruti kitab-kitab suci adalah mengamalkan isinya, bukan hanya sekedar
membaca dan melagukannya dengan macam-macam lagu yang merdu. Kemudian Allah
memerintahkan agar mereka berpegang teguh pada al-Kitab itu dan selalu
mempelajarainya dan mengamalkan isinya agar mereka menjadi orang yang bertaqwa.
3.
Beriman kepada Allah dan Rasul-Nya.
Firman Allah
179. Allah sekali-kali tidak akan membiarkan
orang-orang yang beriman dalam keadaan kamu sekarang ini[254], sehingga dia
menyisihkan yang buruk (munafik) dari yang baik (mukmin). dan Allah sekali-kali
tidak akan memperlihatkan kepada kamu hal-hal yang ghaib, akan tetapi Allah
memilih siapa yang dikehendaki-Nya di antara rasul-rasul-Nya[255]. Karena itu
berimanlah kepada Allah dan rasul-rasulNya; dan jika kamu beriman dan bertakwa,
Maka bagimu pahala yang besar. (QS. Ali Imron: 179).
Allah tidak akan membiarkan orang-orang
Mukmin menghadapi kesulitan. Allah memisahkan / menyisihkan antara orang Mukmin
yang munafik dan orang Mukmin yang kuat imannya. Rasulullah bersabda :
َوَعَنْ أَبِي
هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم (
اَلْمُؤْمِنُ اَلْقَوِيُّ خَيْرٌ وَأَحَبُّ إِلَى اَللَّهِ مِنْ اَلْمُؤْمِنِ
اَلضَّعِيفِ وَفِي كُلٍّ خَيْرٌ اِحْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ وَاسْتَعِنْ
بِاَللَّهِ وَلَا تَعْجَزْ وَإِنْ أَصَابَكَ شَيْءٌ فَلَا تَقُلْ: لَوْ أَنِّي
فَعَلْتُ كَانَ كَذَا وَكَذَا وَلَكِنْ قُلْ قَدَّرَ اَللَّهُ وَمَا شَاءَ فَعَلَ
فَإِنَّ لَوْ تَفْتَحُ عَمَلَ اَلشَّيْطَانِ ) أَخْرَجَهُ مُسْلِمٌ
Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah
Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Orang mukmin yang kuat lebih
baik dan lebih dicintai Allah daripada orang mukmin yang lemah dan
masing-masing mempunyai kebaikan. Gemarlah kepada hal-hal yang berguna bagimu.
Mintalah pertolongan kepada Allah dan janganlah menjadi lemah. Jika engkau
ditimpa sesuatu jangan berkata: Seandainya aku berbuat begini maka akan begini
dan begitu. Tetapi katakanlah: Allah telah mentakdirkan dan terserah Allah
dengan apa yang Dia perbuat. Sebab kata-kata seandainya membuat pekerjaan
setan." Riwayat Muslim
Allah akan memperbaiki keadaan orang
Mukmin yang bersunguh-sungguh, yang kuat imannya dalam menghadapi kesulitan dan
kesusahan. Contohnya dalam perang Uhud, karena dipukul mundur oleh musuh dan
hampir-hampir patah semangat, dikala itulah diketahui bahwa diantara kaum
Muslimin dan orang-orang munafik yang menyeleweng berpihak kepada musuh.
Orang-orang yang lemah imannya mengalami kebingungan. Orang yang lemah imannya
menghadapi kesulitan menjadi bingung, kemudian datang bisikan syetan untuk
dibelokkan mencari jalan pintas, jalan yang dianggapnya lebih mudah, walaupun
sampai menyeberang / menyeleweng dari keyakinan yang merekea imankan. Berbeda
dengan orang yang imannya bersunguh-sungguh atau imannya kuat, mendorong untuk
mendekat kepada Allah, mohon petunjuk, mohon jalan keluar dari kesulitan. Sebagaimana
janji Allah yang difirmankan dalam QS. Thalaq: 2-3 :
2 ....barangsiapa bertakwa kepada
Allah niscaya dia akan mengadakan baginya jalan keluar. 3.Dan memberinya rezki
dari arah yang tiada disangka-sangkanya. dan barangsiapa yang bertawakkal
kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah
melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah Telah mengadakan
ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.
Oarang-orang yang bertaqwa kepada Allah,
tidak saja diberi dan dimudahkan jalan keluar dari kesulitan yang dihadapinya,
tetapi ia diberikan pula rezeki oleh Allah SWT dari arah yang tidak
disangka-sangka, yang belum pernah terlintas dalam pikirannya. Selanjutnya
Allah SWT menyerukan supaya mereka itu bertawakal kepadaNya, karena mencukupkan
keperluannya dan mensukseskan urusannya. Bertaqwalah kepada Allah atas
keberhasilan usahanya. Setelah ia berusaha dan memantapkan satu ikhtiar barulah
ia bertawakal. Bukan bertawakal namanya apabila seseorang menyerahkan kepada
Allah SWT tanpa ada urusan dan ikhtiar. Berusaha dan berikhtiar dahulu baru
bertawakal menyerahkan diri kepada Allah. Pernah terjadi seorang Arab Badwi
berkunjung kepada Nabi di Madinah dengan mengendari unta. Setelah orang arab
itu sampai di tempat tujuan, ia turun dari untanya lalu masuk menemui Nabi SAW.
Nabi bertanya: “apakah unta sudah ditambatkan?” orang Badwi itu menjawab:
“Tidak! Saya lepaskan begitu saja, dan saya bertawakal kepada Allah.” Nabi SAW
bersabda: “ Tambatkan dulu untamu itu, baru bertawakal.” Allah SWT akan
melaksanakan dan menyempurnakan urusan orang yang bertawakal kepadaNya sesuai
dengan kodrat-Nya, pada waktu yang telah ditetapkan. Allah Swt. berfirman dalam ayat yang lain :
5. Karena
Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, 6. Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada
kemudahan. 7. Maka apabila kamu Telah
selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang
lain, 8. Dan Hanya kepada Tuhanmulah
hendaknya kamu berharap. (Q.S.
asy-Syarh : 5-8)
Asbab an-nuzul ayat ini, berdasarkan riwayat ibn Jarir dari Hasan
al-Bashri, bahwasannya ketika kaum musyrikin melecehkan kaum muslimin dengan
kemiskinan yang menimpa mereka, Rasulullah kemudian bersabda:”Berbahagialah kalian karena kemudahan telah datang kepada
kalian. Ketahuilah sesungguhnya satu kesulitan tidak akan pernah mengalahkan
dua kemudahan”. Kemudian turunlah
ayat di atas. Menurut sebagian ahli tafsir menafsirkan apabila kamu (Muhammad)
Telah selesai berdakwah Maka beribadatlah kepada Allah; apabila kamu Telah
selesai mengerjakan urusan dunia Maka kerjakanlah urusan akhirat, dan ada lagi
yang mengatakan: apabila Telah selesai mengerjakan shalat berdoalah. (Bersambung)
Wa Allah A’lam bi as-Shawab
syukuran, menarik
BalasHapus